KANG, MAU JADI IMAM TIDAK?
Andai aku dapat memilih
Niscaya aku kan memilihmu
Andai aku aku mampu mengatakannya
Niscaya aku akan memanggil nama mu didepannya
Namun, bisa apa aku ini?
Aku hanya anak yang ingin berbakti kepada orang tua ku
Aku hanya membisu, tak terucap sepatah kata pun namamu dari
ujung lidahku
Tapi aku percaya
Dan percayalah
Aku kan selalu menyayangimu
Aku kan selalu mencintaimu
Karena engkau adalah
Pilihanku
Tapi maafkan aku
Ali.
Tiga
tahun yang lalu.
Kamar 5x5 m itu lengang, samar-samar terdengar goresan pena
berlaga diatas kertas putih. Ali dengan tangan gemetar menulis puisi perpisahan
yang rencananya akan ia kirimkan kepada Naza, dia tidak percaya bahwa
orangtuanya sudah menjodohkannya jauh-jauh hari. Ali kecewa karena dia sudah
terlanjur membuka hati pada seorang santri putri yang menjadi muridnya, Naza.
Setelah
mendengar kabar burung bahwa pengisi ruang hatinya akan dijodohkan, hari ini
Naza mendapat keterangan langsung darinya. Sebuah kertas dengan tulisan yang
sangat Naza kenali tergenggam ditangannya, dia membacanya sekilas. Tak mampu ia
menahan air mata yang semula tergenang dipelupuk matanya, kini mengalir deras.
Dengan menanggung berbagai gejolak hati ia pun harus rela, melepas. Tapi Naza
tidak rela jika perasaan ini hilang, untuk itu dia menyimpannya dalam-dalam
sebelum hancur tak tersisa, karena rasa itu hanya untuknya, Ali.
***
Penutupan Acara Matsama (Masa ta’aruf Santri Madrasah
Aliyah) menjadi titik awal bertemunya Ali, Tomo, Naza dan Siti, ketika
siswa-siswi yang baru diperkenalkan dengan lingkungan madrasah dan berbagai
program kegiatannya yang diadakan di aula madrasah. Seorang siswa tampak
terkantuk-kantuk ketika mengikuti sesi pengenalan lingkungan madrasah yang sedang
dibawakan oleh kepala sekolah Madrasah Aliyah Unggulan Al-Imdad, tidak lama
kepala siswa tersebut terkulai dan menyandar dikursi depannya. Siswa yang berada
di depannya kaget ketika tiba-tiba merasakan sebuah tekanan dari arah
belakangnya, lalu dia pun menengok kebelakan. Mendapati kepala seorang siswa
yang berada dibelakang kursinya sedang terbuai mimpi dia pun membangunkannya
dengan menguncang guncang bahu siswa yg tertidur itu.“Oi kang, bangun kang..
itu pak kepala madrasah sedang berbicara kok malah ditinggal tidur” Pinta siswa
tersebut.
“Heomm.. lho belum selesai tho kang?” Tanya siswa yang
dibangunkan.
“Belum, sampeyan ini gimana kok bisa-bisanya tertidur?
Sampeyan namanya siapa, kang?” Tanya siswa tersebut.
“Ealah ini saya harus jawab yang mana, kang”?
“Ya dua duanya” Kata siswa tersebut.
“Ya biasalah kang namanya juga santri, bergadang. Oh iya
nama saya Muhammad Ali, biasa dipanggil Ali ” Jawab siswa tersebut kalem.
Dialah
Ali, putra Kiai Rais, pengasuh Pondok Pesantren Al-Imdad ini. Meskipun begitu
sikap Ali jarang menunjukkan jika dia adalah seorang Gus, putra Kiai. Kepala
sekolah yang menjadi pembicara dalam acara penutupan MATSAMA tak lain adalah
pamannya sendiri, Pak Muslih, biasa Ali dipanggil Pakdhe Muslih.
“Kang Ali, nama saya Yudhtama Addakhil, Panggilannya
Tomo” Kata Tomo memperkenalkan diri.
“Kang Tomo nanti tolong bangunin saya ya, kalo acara
MATSAMA nya sudah selesai” Pinta Ali “
Lhoo mau lanjut tidur kang?” Tanya Tomo
“Iya, soalnya masih ngantuk”.
***
Pada
malam harinya kegiatan santri Pondok Pesantren Al-imdad diisi dengan Madrasah
Diniyyah yang dibagi perkelas sesuai jenjang tingkatan ilmu para santri, mulai
dari kelas Ula, Wustho hingga Ulya.
“Assalamu’alaikum” Seseorang dengan peci bertengger diatas
kepalanya,berpakaian rapi bersarung dipadu dengan baju kotak-kotak hijau melenggang
masuk kedalam kelas Diniyyah malam sambil mengucap salam. Para santri baru yang
sebelumnya masih gaduh pun diam, hening.
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” Ucap orang
tersebut membuka pelajaran.
“Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh” Jawab para
santri serentak. “Perkenalkan nama saya Muhammad Ali, biasa dipanggil Kang Ali,
saya akan mengisi pelajaran Nahwu pada malam ini, ada pertanyaan?” Kata Ali.
“Ehh sampeyan Kang Ali yang tadi siang itukan? tanya
seorang santri.
“Iya, Kang Tomo” Jawab Ali “Baik, mari kita mulai pelajaran
pada malam hari ini”.
***
“Ya,
itu saja pelajaran untuk malam ini. Saya ingin memberi PR, bagi yang bisa
langsung menjawabnya berarti PR nya tuntas malam ini juga. PRnya yaitu “Apa
saja bentuk Khabar yang sering digunakan dalam kalimat bahasa Arab?” Tanya Ali,
hening.
“Adakah yang bisa menjawabnya?”tanya Ali, seorang santri
putri berkerudung oranye dibangku bagian belakang megacungkan jarinya.
“Ya silahkan mbak santri yang dibelakang” Kata Ali
“Emm.. Khabar itu dibagi menjadi dua kang, yaitu Khabar
Mufrad dan Khabar Ghairu Mufrad, Khabar Ghairu Mufrad sendiri dibagi menjadi
empat, yaitu Khabar Jar Majrur, Khabar dari Dlaraf, Khabar dari Fi’il Fa’il dan
Khabar dari Mubtada’ Khabar” Jawab santri putri itu.
“Bagus sekali, dan siapa nama kamu”? Tanya Ali “Fina
Azzahra, Naza.” Jawab Naza. “mbak Naza sebelumnya sudah pernah mondok ya?” Tanya
Ali.
“Iya, Kang” Jawab Naza
“Baik, karena sudah dijawab mbak Naza, kalian tinggal
menulis pembagian khabar ditambahi dengan contohnya, nanti pertemuan berikutnya
dikumpul. Saya tutup pelajaran pada malam hari ini, “Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh” Ujar Ali menutup pelajaran.
“Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh” Jawab para
santri.
Tiba di asrama Ali yang tidak tahan dengan gatal yang
menyerang pahanya pergi mengambil setrika miliknya, ia mengambil setrika
tersebut lalu mulai menyetrika pahanya yang dilapisi dengan kain sarung
“Alhamdulillah, gatalnya berkurang” Ucapnya lega.para santri baru yang
melihatnya pun bingung dengan apa yang dilakukan Ali, tapi Ali cuek menanggapi.
“Loh sampeyan lagi apa kang?” Tanya Tomo
“Biasa, nyetrika paha.. kenapa?” Tanya Ali
“Tidak, tapi kenapa pahanya disetrika?” Tanya Tomo
kebingungan.
“Ya karena gatal, gatalnya karena gudik. Gudik itu
kalo digaruk nanti malah jadi nanah, Kutu Gudik sendiri tidak menyukai
temperatur udara yang panas, jadi mending disetrika daripada digaruk kan?” Papar
Ali.
“Wah wah wah, brilian itu kang” Timpal Tomo
“Hahaha.. sambil menyelam minum air” Kata Ali.
***
“Ti, itu kan kang santri yang semalam mengajar Nahwu
dikelas? Tanya Naza kepada santri wati berkerudung putih yang sedang
menemaninya mencari makan.
“Ohh iya itu Gus Ali, putranya Kiai Rais” Jawab Siti,
santriwati berkerudung putih tersebut
“Ehh Ali itu putranya kiai, pasti orangnya pintar ya?”
Tanya Naza heran.
“Pintarlah kalo tidak mana bisa dia mengajar dikelas
kita”Jawab Siti.
“Iya iya, ehh Ti, kalau diperhatikan lagi Gus Ali itu
ganteng deh” Seloroh Naza.
“Maksudnya? Jangan-jangan kamu naksir sama Gus Ali ya?”
Goda Siti. Naza yang mukanya merona pun spontan mencubit Siti, yang dicubit
mengaduh kesakitan dan Naza tertawa sambil berlari menghindair Siti yang ingin
balas mencubitnya. Kedua sahabat itu pun tertawa.
***
Hari-hari berlanjut, para santri baru pun mulai kerasan di
pondok barunya, tidak terkecuali Tomo. Dia agak terkejut mendapati fakta bahwa
orang yang dia ajak kenalan saat MATSAMA adalah Gus nya Pondok Pesantren
Al-Imdad ini, tapi hal itu membuatnya semakin respek terhadap Ali karena
lingkar sosialnya sangat dekat dengan para santri.
Pada malam diakhir kegiatan Madrasah Diniyyah yang
kesekian, Tomo berjalan menuju asramanya, dari jauh dia mendengar sayup-sayup
suara seseorang yang mengulang-ulang sebuah bacaannya. Tomo pun
mendapati Ali yang sedang menghafal bait-bait Nadzham Alfiyah Ibnu Malik
didepannya tampak secangkir kopi yang uapnya masih mengepul. Ali menghentikan
bacaannya begitu Tomo memasuki ruangan.“Ngopi mo?” Tawar Ali.
“Tidak gus, silahkan dilanjut kegiatannya” Tolak Tomo halus.
“Tidak usah canggung begitu, kita itu sama-sama santri dan
sedang nyantri, menuntut ilmu” Ujar Ali. Tomo tertawa menanggapinya.
***
Pada siang harinya jam menunjukkan pukul 11.55, Ali masih
tertidur dikelasnya yang berada dilantai 2, angin sepoi-sepoi mengelayuti
wajahnya. Wajahnya menampakkan jika dia semalam bergadang. Di kelas Ali
termasuk murid yang pandai meskipun dia sering ketiduran maupun bolos sekolah.
Tak lama kemudian suara adzan dzuhur berkumandang dari arah masjid, Ali pun
terbangun mendengar panggilan sholat tersebut. Dia mengeleng-gelengkan
kepalanya untuk mengumpulkan kesadaran dan mengusir kantuk, lalu mendapati
seorang santri putri yang masih tertidur tidak jauh dari bangkunya, hal itu tak
pelak membuat Ali tertawa kecil dan membuatnya semakin tertarik pada santri
putri itu, namun dia tidak berani membangunkannya.
“Ternyata tidak cuma santri putra yang suka tidur di kelas”
Batinnya geli.
Tak lama kemudian santri putri itu menggeliat, terbangun oleh suara santri yang bersholawat dari masjid. Respon yang pertama dia lakukan adalah melihat jam, ternyata jam diruangan kelas itu mati, dia sendiri lupa memakai jam tangannya,”Bergadang itu ternyata tidak baik” pikirnya. Lalu dia menyadari jika dia tidak sendirian di dalam kelas, dia mendapati seorang santri putra yang sedang menelengkan kepalanya guna mengusir kantuk. “Bukan kah dia Gus Ali”? Tanyanya dalam hati. Melihat sebuah benda melingkar di pergelangan tangan Ali, Naza spontan bertanya.“Maaf gus, sekarang jam berapa?”
Tak lama kemudian santri putri itu menggeliat, terbangun oleh suara santri yang bersholawat dari masjid. Respon yang pertama dia lakukan adalah melihat jam, ternyata jam diruangan kelas itu mati, dia sendiri lupa memakai jam tangannya,”Bergadang itu ternyata tidak baik” pikirnya. Lalu dia menyadari jika dia tidak sendirian di dalam kelas, dia mendapati seorang santri putra yang sedang menelengkan kepalanya guna mengusir kantuk. “Bukan kah dia Gus Ali”? Tanyanya dalam hati. Melihat sebuah benda melingkar di pergelangan tangan Ali, Naza spontan bertanya.“Maaf gus, sekarang jam berapa?”
Ali mendengar sebuah pertanyaan yang di tujukan kepadanya
tapi dia tidak langsung menjawab untuk memastikan siapa yang menanyainya
“Sampeyan mbak Naza kan?” Ali balik bertanya sambil menatapnya dan merasa
janggal dipanggil gus olehnya.
“Iya, gus. Ehh tadi pertanyaan saya belum dijawab?” Kata
Naza gugup, tanpa sengaja dia berkontak mata dengan Ali.
“Sekarang jam 12 lewat 15 menit” Ujar Ali sambil melihat
jam tangannya. Rasa kantuk mulai menyerang, menyadari bahwa kontak mata barusan
membuat Naza tidak menggubrisnya,Ali pun menyandarkankan kepalanya dengan
tangannnya. Naza pun beringsut meninggalkan ruang kelas, tidak biasanya masjid
masih belum iqamah. Naza heran juga dengan gusnya ini, dia sepertinya tidak
berniat sholat berjama’ah di masjid. Ketika hampir mencapai pintu kelas sebuah
suara menghentikan langkahnya.“Kok sekarang manggilnya gus, kemarin-kemarin
saja manggilnya kang?” Tanya Ali mengutarakan kejanggalannya.
“Karena waktu itu aku belum tahu kalau sampeyan itu
putranya bapak (kiai Rais)” Terang Naza.
“Dipanggilnya kang saja, boleh?” Pinta Ali, sebenarnya
didalam hatinya dia merasakan getaran-getaran aneh yang bergejolak sejak
pertama kali mengenal Naza, tanpa tahu apa apa artinya.
“Boleh” Ujar Naza, dia ingin segera meninggalkan ruangan
kelas tapi menurutnya hal itu tidak sopan.
“Abah sepertinya ada tamu, pantas saja masjid tidak segera
iqamah” gumam Ali, sambil menatap rumahnya yang terlihat dari kelasnya, tampak
sebuah mobil bermerek dengan plat luar kota terpakir rapi di halaman rumahnya.
Naza yang mendengar gumaman Ali menyahuti.
“Kang, mau jadi imam tidak?” tanya Naza, pikirnya jika Kiai
Rais sedang ada tamu maka lebih baik Ali yang mengimami sholat berjama’ah
dimasjid.
Ali
yang masih mengamati mobil tersebut spontan berkata “Hah secepat itu?” seketika
dia merasa bahwa dia salah paham dan bukan itu jawaban yang diharapkan Naza.
Mendengar
jawaban absurd dari Ali, Naza mengernyit “Bukannya sholat itu harus disegerakan
ya, Kang?” Tanya Naza merasa aneh.
“Ohh
imam sholat, boleh. Kirain tadi imam apa.” Ali nyengir, yang tadinya dia
mengira Naza menanyai untuk jadi imamnya.
Naza
yang baru menyadari kejanggalan tersebut spontan tertawa kecil, mau tidak mau
Ali malu dibuatnya. Kemudian Ali pergi mengambil berwudhu lalu memasuki masjid
disambut oleh Tomo. Para santri pun menyilahkannya untuk mengimami sholat
dzuhur berjamaah hari itu.
Selesai
berjama’ah Ali berjalan menuju rumahnya, dia ingin mengambil buku referensi
untuk tugas sekolah besok. Begitu memasuki rumah, Ali dipanggil ibunya dari
ruang tamu, Ali memasuki ruang tamu lalu bersalaman dengan tamu ayahnya.
Ayahnya mempersilahkannya duduk didekatnya, singkat cerita tamu tersebut adalah
teman Kiai Rais ketika mondok di jawa timur, tamu tersebut juga seorang Kiai
bernama Kiai Alfan. Kiai Alfan sendiri bertamu dalam rangka menjenguk putrinya
yang dipondokkan di tempat Kiai Rais yaitu Naza dan meminta kepada Kiai Rais untuk
membantu putrinya memperdalam ilmu nahwu putrinya karena Kiai Rais sendiri
terkenal sebagai seorang Kiai ahli ilmu Nahwu. Kiai Rais dengan halus menolak
tawaran tersebut dan memilih Ali untuk membantu Naza karena dirinya menilai
bahwa kemampuan Ali sudah mumpuni dalam ilmu nahwu. Kiai Alfan pun tidak
keberatan dengan penolakan tersebut, Ali diam-diam merasa senang dapat
menularkan ilmunya kepada seseorang yang akhir-akhir ini memiliki tempat
dihatinya. Akhirnya Kiai Alfan pamit pulang setelah bertemu dengan putrinya.
Ali
kemudian mengajar Naza untuk memperdalam ilmu Nahwunya, hari berganti bulan,
bulan berganti tahun. Karena hampir setiap hari bertatap muka, bercakap-cakap,
bertukar kabar, tanpa mengungkapkan perasaan masing-masing keduanya sama-sama
tahu jika didalam diri mereka sudah tumbuh suatu perasaan.
Hingga
datanglah hari itu, hari dimana Ali mendapati jika dia mungkin telah salah
membuka hati, terlalu dini. Kiai Rais berkata kepada Ali yang sudah cukup umur
memasuki akhir kelas 3 madrasah Aliyah bahwa telah Ali dijodohkan. Ayahnya
mengatakan jika perjodohan itu sudah lama dan pernikahannya dilaksanakan jika
Ali sudah berumur 24 tahun, beliau memberi pilihan untuk menetap dipondok atau
kuliah untuk mengisi jeda waktu sebelum pernikahannya. Ali yang tidak kuasa
menolak keputusan orang tuannya pun menurutinya.
***
Hari
ini.
Hati
Ali merasa teriris jika dia mengingat nasibnya, “Bagaimana mungkin abah malah
menjodohkanku? Padahal aku sejak lama sudah membuka hatinya untuk Naza” Pikir
Ali. Tidak kuasa melihat jejak Naza dimana-mana, Ali pun memutuskan untuk
kuliah, dirinya memerlukan tempat yang steril dari berbagai tempat yang
dipenuhi kenangan tentang Naza. Ali ingin kuliah di timur tengah, tapi
sebelumnya dia memberi Naza sebuah salam perpisahan melalui sepucuk surat
berisikan puisinya.
***
Lima
tahun kemudian.
Ali telah menyelesaikan studi kuliahnya di timur tengah dan
berhasil menjadi lulusan terbaik, cumlaude. Hari ini begitu dia
menginjakkan tanah airnya dia akan bertemu dengan calon istrinya, mobil
jemputan Ali pun meluncur menuju jalan tol untuk menghindari kemacetan.
Kejutan, sopir mobil tersebut tak lain adalah Kang Tomo, sahabat Ali. Kang Tomo
memutuskan mengabdi untuk pondok. “Gus, sampeyan sudah siapkan melihat calon
pengantinnya? Ini hari Jum’at lho gus, hari yang baik untuk melangsungkan
pernikahan” Goda Tomo setibanya mereka di pondok.
“Haha..Insyallah, Kang Tomo bisa saja” Ujar Ali. Mereka
berdua telah memauki sampai dihalaman rumah
“Gus, saya doakan yang terbaik buat sampeyan, saya yakin
sampeyan pasti akan mensyukuri pilihan Bapak” Kata Tomo penuh misteri.“Iya,
terimakasih doanya, Kang Tomo” sahut Ali. Sebenarnya di hati Ali masih terdapat
rasa yang mengganjal akan calon istrinya, tetapi Ali percaya bahwa pilihan
orang tuanya adalah yang terbaik untukknya.
“Assalamu’alaikum” Sapa Ali memasuki ruang tamu, di
dalamnya tampak wajah-wajah asing selain kedua orangtuannya, seketika dia
mendapati seseorang yang dia kenal berada disamping ayahnya, Kiai Alfan.
“Wa’alaikumsalam “ Sahut para tamu yang berada didalam
ruang tamu.
“Wa’alaikumsalam, Mas Ali” Sebuah suara lembut menjawab
salamnya.
Ali terkesima menatap pemilik suara itu, suara yang melekat kuat di dalam pikirannya melebihi hafalan Alfiyahnya, suara yang mengisi kerinduan relung hatinya, suara yang tetap membuatnya berdiri di kala sendiri, suara yang membuatnya bangkit di kala sakit, Fina Azzahra.
Ali terkesima menatap pemilik suara itu, suara yang melekat kuat di dalam pikirannya melebihi hafalan Alfiyahnya, suara yang mengisi kerinduan relung hatinya, suara yang tetap membuatnya berdiri di kala sendiri, suara yang membuatnya bangkit di kala sakit, Fina Azzahra.
Wow wow wow , ceritanya mantaabb .. semangat terus ya dalam berkarya
BalasHapusMakasih bu amin buat dukungannya:D :D
HapusTeruslah menulis anakku, dan terus berkarya, karena dengan tulisanmu orang akan mengenangmu sepanjang hayat.
BalasHapusSiapp:)
HapusSiiiip.. Teruslah berkarya... Lagi enak membaca kok langsung terputus ceritanya gak dilanjut.. Gmna tingkah mereka ketika bertemu dan ternyata mrk dijodohkan yg notabene sdh punya di hati masing2. Asyik juga membaca. Sebaiknya cerita dituntaskan.. Terus berkarya ya mas AFI. .
BalasHapusHehehe ini masih bimbang mau diterusin ato ngga, tapi emng bagus klo diterusin sihh :v
HapusIs verry verry good fi.. . Bisa d buat novel itu atau d tambahi season ke 2 hahahh.. . Siiip wis pkok e trus berkarya n' makin succes 👍👍👍👍
BalasHapussounds good season 2 :v wow
HapusHappy ending ya Mas Afi.. By the way, terus berkarya ya.. ditunggu karya berikutnya..
BalasHapusmakasih buat dukungannya pak agus :)
HapusSelamat ya mas Afi...semoga menjadi penulis besar....
BalasHapusAminn :D
HapusWell done.. 👌👍
BalasHapusThanks for supp :)
HapusMantull, semngat trs berkarya...
BalasHapusSiap :)
HapusSip....lanjut selalu jangan kau hianati karya..harus tambah lagi karyamu setelah ini mas..
BalasHapusPembelajaran dalam kehidupan adalah berkarya... Semangat!
BalasHapusThanks for y supp :D
HapusApik apik...
BalasHapusLanjutkan....😊
looking forward for your next adventure...
BalasHapusaye aye sir
HapusCiyeeee bangeeettt :')
BalasHapusBaper ea :v
HapusKeren.
BalasHapusMakasih :D
HapusWah, jadi inget mondok saya.. hahaha
BalasHapusMondok nya dulu dimana?
HapusWah, jadi inget mondok saya.. hahaha
BalasHapusSaya kesini gara2 temen saya, keren juga.
BalasHapusmakasih sudah menyempatkan membaca tulisan saya :)
HapusNggak jauh beda sama cerita saya��
BalasHapusJadi pengen mondok ��
BalasHapusAyo mondok!!
HapusJadi pengen mondok ��
BalasHapusWow
BalasHapusTerus belajar,
BalasHapusinsyaallah :)
Hapuskalau beneran kejadian gimana ya? semoga naza sama ali beneran jodoh
BalasHapussejak awal memang sudah dijodohkan tapi bukan sama ayahnya, penulisnya yg menjodohkannya :v
HapusBaperr...
BalasHapus:v
HapusBagus.. apalagi kalo dilanjut😁
BalasHapusiya :)
HapusBagus kak cerpennya, bikin baper. Tapi ceritanya kok terputus. Aku tunggu lanjutannya ya ?. Jangan lupa y kak, baca juga cerpenku: Al Fath
BalasHapusiya certannya keputus soalnya udah 15k karakter, maaf ya :) boleh saya minta link cerpennya?
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussemangat terus Mas
BalasHapus